Senin, 18 Maret 2013

makalah- psikologi belajar, tugas individu


TUGAS TERSTRUKTUR
DOSEN PENGAMPU
PsikologiBelajar
Drs. H. Barkatullah Amin, M.Pd.I

ANALISIS PSIKOLOGI BELAJAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM








DisusunOleh:

Nahdiatul Husna                  : 1101210374


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
BANJARMASIN
2012/2013


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
      Dalam dunia pendidikan memahami atau membaca hal-hal yang tampak (fisik atau jasmaniyyah)  dan tidak tampak (psikis atau ruhaniyyah) sangat penting, karena tidak semua hal-hal yang tampak mencerminkan kepribadian individu secara utuh. Dalam proses pembelajaran banyak sekali perilaku-perilaku psikologis yang harus dipahami oleh guru. Oleh karena itu, perlu dibahas mengenai psikologi khususnya psikologi dalam perspektif Islam.  
B. Rumusan Masalah
a.       Apa makna psikologi belajar dalam perspektif Islam?
b.      Bagaimana manusia dalam perspektif Islam?
c.       Bagaimana belajar dalam perspektif Islam?
d.      Apa ragam alat belajar?
C. Tujuan Penulisan
a.       Mengidentifikasikan psikologi belajar dalam perspektif Islam.
b.      Mengidentifikasikan manusia dalam perspektif Islam.
c.       Mengidentifikasikan belajar dalam perspektif Islam.
d.      Mengidentifikasikan ragam alat belajar.

e.        
BAB II
PEMBAHASAN
ANALISIS PSIKOLOGI BELAJAR DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A.     Makna Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam

1.      Selayang Pandang tentang Sejarah Psikologi dan Pengertiannya
Pada dasarnya, psikologi menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme, baik manusia maupun hewan. Psikologi berhubungan dengan penyelidikan mengenai bagaimana dan mengapa organisme-organisme itu berbuat atau melakukan sesuatu. Akan tetapi secara lebih spesifik, psikologi lebih banyak dikaitkan dengan kehidupan organisme manusia. Dalam hubungan ini, psikologi didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga memahami bagaimana manusia berpikir dan berperasaanAwalnya psikologi digunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup. Sebelum menjadi disiplin ilmu yang otonom, psikologi termasuk dalam pembahasan filsafat. Namun kemudian psikologi melepaskan diri dari filsafat dan menjadi disiplin ilmu yang otonom pada tahun 1879 saat William Wund (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi di Jerman. [1]
Sebagai suatu disiplin ilmu yang telah berdiri sendiri, psikologi telah banyak  dipergunakan dan diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, pengajaran, ekonomi, perdagangan, industri, hukum, politik, militer, sosial, kepemimpinan, pelatihan dan agama. Penggunaan dan implementasi disiplin ilmu psikologi dalam bidang-bidang kehidupan di atas, kemudian timbul berbagai cabang psikologi yang mengkaji tingkah laku manusia dalam situasi yang lebih khusus, baik untuk tujuan teoritis maupun praktis. Salah satu cabang psikologi yang mengkaji suatu obyek secara khusus adalah psikologi belajar
Psikologi belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan  belajar. Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi belajar secara harfiah berarti lmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi definisi sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitarnya.[2]
2.      Makna Psikologi Belajar dalam Islam
Merujuk pada pengertian psikologi di atas,  dalam pengertian yang lebih luas psikologi belajar dapat dimaknai sebagai suatu ilmu pengetahuan ynag mengkaji atau mempelajari tingkah laku individu (manusia) di dalam usaha mengubah tingkah lakunya yang dilandasi oleh nilai-nilai ajran Islam dlam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa psikologi belajar pada dasarnya mencurahkan perhatiannya pada perilaku (perbuatan-perbuatan) ataupun tindak-tanduk orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar atau orang-orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Dalam kegiatan belajar mengajar sarat dengan muatan psikologis. Aspek-aspek psikologis in harus dipahami dan diperhatikan oleh dosen dan guru untuk mendukung keberhasilan dalam proses pembelajaran. 
Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan di dunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme), sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi).
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Qashash ayat : 77 : “Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh melupakan urusan dunia “
B.     Manusia Dalam Perspektif Islam
Manusia dalam perspektif Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.
Manusia mempunyai aspek akal. Kata yang digunakan al Qur’an untuk menunjukkan kepada akal tidak hanya satu macam. Harun Nasution menerangkan ada tujuh kata yang digunakan :
1.      Kata Nazara, dalam surat al Ghasiyyah ayat 17 :
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan”
2.      Kata Tadabbara, dalam surat Muhammad ayat 24 :
Ÿxsùr& tbr㍭/ytGtƒ šc#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”
3.      Kata Tafakkara, dalam surat an Nahl ayat 68 :
4ym÷rr&ur y7/u n<Î) È@øtª[$# Èbr& ÉσªB$# z`ÏB ÉA$t6Ågø:$# $Y?qãç/ z`ÏBur ̍yf¤±9$# $£JÏBur tbqä©Ì÷ètƒ
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempattempat yang dibikin manusia”.
4.      Kata Faqiha, dalam surat at Taubah 122 :
* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”
5.      Kata Tadzakkara, dalam surat an Nahl ayat 17 :
`yJsùr& ß,è=øƒs `yJx. žw ß,è=øƒs 3 Ÿxsùr& šcr㍞2xs?
“Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan apa-apa? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”.
6.      Kata Fahima, dalam surat al Anbiya ayat 78 :
yŠ¼ãr#yŠur z`»yJøŠn=ßur øŒÎ) Èb$yJà6øts Îû Ï^öptø:$# øŒÎ) ôMt±xÿtR ÏmŠÏù ãNoYxî ÏQöqs)ø9$# $¨Zà2ur öNÎgÏJõ3çtÎ: šúïÏÎg»x©
“Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman, diwaktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu”.
7.      Kata ‘Aqala, dalam surat al Anfaal ayat 22 :
* ¨bÎ) §ŽŸ° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# šúïÏ%©!$# Ÿw tbqè=É)÷ètƒ
“Sesungguhnya binatang(makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa-pun.
Manusia mempunyai aspek rohani seperti yang dijelaskan dalam surat al Hijr ayat 29 :
#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y ÇËÒÈ 
“Maka Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan kedalamnya roh-Ku, maka sujudlah kalian kepada-Nya”.
Manusia Sempurna Menurut Islam
a.      Jasmani Yang sehat Serta Kuat dan Berketerampilan
Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam (iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam.
Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna, yaitu menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan - perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 :
ÆìoYô¹$#ur y7ù=àÿø9$# $uZÏ^ãôãr'Î/ $oYÍŠômurur Ÿwur ÓÍ_ö7ÏÜ»sƒéB Îû tûïÏ%©!$# (#þqßJn=sß 4 Nåk¨XÎ) tbqè%tøóB ÇÌÐÈ  
Artinya: “Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu karena meeka itu akan ditenggelamkan”.
b.      Cerdas Serta Pandai
Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai yang ditandai oleh adanya kemampuan dalam menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai di tandai oleh banyak memiliki pengetahuan dan informasi. Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut :
a.    Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b.     Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c.    Rohani yang berkualitas tinggi.
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal. Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat ditangkap oleh indera.
Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu, menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.
C.     Belajar Prespektif Agama Islam
Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital. Dibandingkan dengan makhluk lain, di dunia ini tidak ada makhluk hidup yang sewaktu baru dilahirkan sedemikian tidak berdayanya seperti bayi manusia. Sebaliknya tidak ada mahkluk lain di dunia ini yang setelah dewasa mampu menciptakan apa yang telah diciptakan manusia dewasa.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari orang dewasa, niscaya binasalah ia. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak diajar/ di didik oleh manusia lain, meskipun bayi yang baru dilahirkan itu membawa beberapa naluri/ instink dan potensi-potensi yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
Menurut al-Zarnuji, belajar bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Karenanya, belajar harus diniati untuk mencari ridha Allah, kebahagiaan akhirat, mengembangkan dan melestarikan Islam, mensyukuri nikmat akal, dan menghilangkan kebodohan. Dimensi duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan, yakni menekankan bahwa proses belajar-mengajar hendaknya mampu menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan/ pembelajaran, baik ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Adapun dimensi ukhrawi, Al-Zarnuji menekankan agar belajar adalah proses untuk mendapat ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi perwujudan rasa syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah SWT yang telah mengaruniakan akal. Lebih dari itu, hasil dari proses belajar-mengajar yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tersebut), hendaknya dapat diamalkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan diri dan manusia. Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni untuk mengembangkan dan melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya maupun orang lain. Inilah buah dari ilmu yang menurut al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat kelak.
Dalam konteks ini, para pakar pendidikan Islam termasuk al-Zarnuji mengatakan bahwa para guru harus memiliki perangai yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan) dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya). Di samping itu, al-Zarnuji menekankan pada “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur) seorang guru.
Dalam prespektif Islam tidak di jelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar (belajar), proses kerja sistem memori akal dan proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan manusia. Namun Islam menekankan dalm signifikasi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar sangat jelas. Kata-kata kunci seperti ya’qilun, yatafardkkarun, yubshirun, yasma’un dan sebagainya terdapat dalam Al-Qur’an merupakan bukti betapa pentingnya penggnaan fungsi ranah cipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengeatahuan.
Islam menurut Dr. Yusuf Al- Qardhawi (1984) adalah akidah yang berdasarkan ilmu pengetahuan, bukan berdasarkan penyerahan diri secara membabi buta.4 Hal tersebut terdapat dalam Al-Qur’an Surat Muhammad: 19 yang artinya Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah..
D.     Ragam alat belajar
Islam memandang umat manusia sebagai mahkluk yang dilahirkan dalam keadaan kosong, bersih, fitrah dan suci (teori tabula rasa = John Lock). Namun pada kenyataannya Tuhan Ynag Maha Esa memberikan kelebihan baik dari segi jasmaniah maupun dari segi rohaniah sehingga manusia dapat belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemakmuran diri manusia itu sendiri.
Potensi yang diberikan kepada manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar. Adapun ragam alat fisio-psikis itu yang terungkap dalam beberapa firman Tuhan adalah sebgaai berikut :
Indera penglihat (mata), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual. Indera pendengar (telinga) yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal.
Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan, ranah kognitif.
Alat-alat yang bersifat fisio-psikis dalam hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang satu sam lain berhubungan secara fungsional. Dalam surat An-Nahl: 78 Allah berfirman :
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya : ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
Kata ”af’idah” dalam ayat ini menurut seorang pakar tafsir Al-Quran Dr. Quraisy Shihab, (1992) berarti daya nalar yaitu potensi atau kemampuan berfikir logis atau bisa di sebut dengan akal. Dalam tafsir ibnu Katsir Juz II af’idah artinya akal yang menurut sebagian orang tepatnya di dalam jantung (qalb). Namun, kitab tafsir ini tidak menafikan kemungkina af’idah itu ada dalam otak (dimagh).
Sedemikian pentingnya arti daya nalar akal dalam prespektif ajaran isalm, hal tersebut terbukti dengan dikisahkannya penyesalan para penghuni neraka karena keengganan dalam menggunakan akal mereka untuk memikirkan peringatan Allah. Dalam surat Al-Mulk ayat 10 dikisahkan :
(#qä9$s%ur öqs9 $¨Zä. ßìyJó¡nS ÷rr& ã@É)÷ètR $tB $¨Zä. þÎû É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$# ÇÊÉÈ 
Artinya: ”Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
Sehubungan dengan penjelasan yang diuraikan di atas, muncullah pertanyaan tentang bagaimana fungsi kalbu (qalb) bagi kehidupan psikologis manusia? Arti konkret (bersifat fisik) qalb menurut kamus Arab-Inggris Al-Maurid adalah heart (jantung) bukan lever (hati). Kata ”hati” yang biasanya dipakai untuk menterjemahhkan ”qalb” itu dalm bahasa arab disebut kabid. Menurut kamus Arab Indonesia Al- Munawir (1984), arti fisik qolb disamping ”jantung” juga ’hati’. Akan tetapi mungkin pengertian hati ini dimasukkan karena sudah terlanjur populer di kalangan penerjemah kitab-kitab arab di Indonesia. Dalam pengertian non fisik (yang bersifat abstrak) kamus Arab Indonesia mengartikan qalb sebagai al-’aql (akal); al-lubb (inti;akal);al-zakirah (ingatan;mental) dan al-quwwatul’ aqilah (daya pikir).
Selain hal itu, Kamus Arab-Indonesia Al-Maurid memberikan arti non fisik Qolb dengan kata-kata : mind (akal) dan secret thought (pikiran tersembunyi/pikiran rahasia). Pengertian non fisik seperti yang tersebut dalam kamus Al- Munawwir dan Al-Maurid itulah yang lebih cocok untuk memahami kata Qalb. Bahkan untuk memilih arti non fisik akal untuk Qalb terasa lebih sesuai apabila kita memperhatikan firman Allah dalm surat Al-A’araf 179 :
ôs)s9ur $tRù&usŒ zO¨YygyfÏ9 #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ( öNçlm; Ò>qè=è% žw šcqßgs)øÿtƒ $pkÍ5
Artinya :”Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)”.
Hati menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah organ tubuh ng berwarna kemerah-merahan yang terletak di bagian atas rongga perut yang fungsinya untuk mengambil sari makanan dan untuk memproduksi empedu. Sedangkan secara non fisik, kamus tersebut mengartikan hati sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian-pengertian. Pengertian non fisik menurut KBI sama sekali tidak mengesankan arti ’tempat’ sebagi sinonim kata hati dalam arti fisik yang konkret.
Berdasarkan penjelasan di atas yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hati dalam prespektif disiplin ilmu apapun tidak memiliki fungsi mental seperti otak. Sehingga pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai moral yang terkandung dalam seluruh bidang studi hendaknya ditanamkan dalam otak para pelajar / siswa bukan lah di tanamkan dalam hatinya.
Memori permanen yang tersimpan dalam otak kita berfungsi menyimpan informasi, pengetahuan bahkan dalam keyakinan, (Besr, 1989; Reber, 1988; Anderson, 1990) selain itu memory permanen juga dapat brfungsi sebagai bahan penyimpanan semua kejadian-kejadin yang sudah lama berlalu.
Namun belajar menurut Robert Gagne, merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur dimaksud adalah sebagai berikut:
a). Pembelajar
Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta latihan.
b). Rangsangan (stimulus)
Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajaran disebut situasi stimulus. Agar pembelajar mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus tertentu yang diminati.
c). Memori
Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.
d). Respon
Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Pembelajar yang sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada di dalam dirinya kemudian memberikan respon terhadap stimulus tersebut.[3]
BAB III
PENUTUP
A.     Simpulan
Dari pemaparan di atas dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu:
a.       Sebagai suatu disiplin ilmu yang telah berdiri sendiri, psikologi telah banyak  dipergunakan dan diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan.
b.      Psikologi belajar secara harfiah berarti lmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Secara istilah, psikologi belajar dapat dimaknai sebagai suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji atau mempelajari tingkah laku individu (manusia) yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar atau orang-orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
c.       Manusia dalam perspektif Islam mempunyai aspek jasmani yang tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani tatkala manusia masih hidup didunia.
d.      Manusia sempurna menurut Islam: jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan, cerdas serta pandai.
e.       Dalam prespektif Islam tidak di jelaskan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar (belajar), proses kerja sistem memori akal dan proses dikuasainya pengetahuan dan ketrampilan manusia. Namun Islam menekankan dalm signifikasi fungsi kognitif (akal) dan fungsi sensori (indera-indera) sebagai alat-alat penting untuk belajar sangat jelas.
B.     Saran
Mengingat pentingnya psikologi belajar ini maka hendaknya para pendidik dapat mempelajari dan menelaah konsep-konsep psikologi. Pemahaman dan pengimplemensian psikologi ini perlu untuk meningkatkan kompetensi guru dalam proses pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tohirin. 2008. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers




[1] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008,  hal:4-5
[2]Syaiful Bahri Djamarah, 2008, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, hal: 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar